Ritual
Tedhak Siten (Piton-piton)
Ritual Turun Tanah
Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata
siti artinya tanah atau bumi. Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki kebumi. Ritual tedhak siten menggambarkan
persiapan seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa
mendatang, dengan berkat Tuhan Yang Maha Esa dan bimbingan orang tua maupun para Guru
dari sejak masa kanak-kanak.
Upacara tedhak siten juga punya makna kedekatan anak manusia
kepada Ibu Pertiwi,(Tanah airnya). Dengan menjalani kehidupan yang baik dan
benar dibumi ini, sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan
didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa
bumi(Tanah) telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia.
Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia.
Manusia wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
diberikan kehidupan
yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia
dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat
yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan
keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah
titah Tuhan Yang Maha Esa, dan asal usulnya dari tempat yang sama.
Hendaknya di ingat
bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan
dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah
kehidupan suksma didunia ini, atas kehendakGusti.
Kapan diadakan
upacara tedhak siten?
Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245
hari. .Selapan merupakan kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional
dan hari lima sesuai kalender Jawa. Oleh karena itu selapanan terjadi setiap
35 hari sekali. Bisa jatuh pada
hari Senin Legi, Selasa Paing dst. Sehingga upacara ini di jawa timur lebih
dikenal dengan sebutan Piton-piton.
Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari
dihalaman depan rumah. Selain
kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat,
disamping tentunya diundang juga para saudara dekat..
Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi
dengan sesaji yang sesuai. Bermacam
sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi
yang dirangkai cantik, menambah sakral. Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya
bila diurai merupakan sebuah doa permohonan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, supaya
upacara berjalan dengan selamat dan lancar.
Pertama
: Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang
terbuat dari beras ketan. Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye,
kuning, hijau, biru dan ungu.
Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan
dalam hidupnya. Serta kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai
dari kehidupan duniawi, untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi
kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak
keinginannya terpenuhi. Seiring
pertumbuhan lahir, keperluan batin meningkat ke kesadaran spiritual .
Kedua
: Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu turun
lagi.Tebu merupakan akronim dari antebing kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad
hati yang mantap.
Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak
bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak kesatria dan bertanggung jawab.
Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela
kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.
Ketiga
: Turun dari tangga tebu, si anak dituntun untuk berjalan dionggokan
pasir.
Disitu dia mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya
ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah mencari makan. Maksudnya si anak
setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keempat
: Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik, didalamnya
terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb.
Dibiarkan bocah itu akan memegang barang apa. Misalnya
dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa
jadi tehnisi atau ahli komunikasi. Kurungan
merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam
kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang
telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
Kelima
: Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik,
yaitu uang logam dicampur berbagai macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu
dewasa menjadi orang yang dermawan, suka menolong orang lain. Karena suka
menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan rejeki. Ada juga ibu si anak
mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan
dengan dibasuh atau dimandikan dengan air sritaman(bunga
setaman), yaitu air
yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini
nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
Ketujuh
: Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus.
Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang
bagus dan bisa membuat bahagia keluarganya.
Demikian, ritual tedhak siten telah selesai. Seluruh
keluarga berbahagia dan berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
berkahnya, supaya tujuan ritual berhasil.
Dari berbagi Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar