Kamis, 22 Desember 2016

Ritual Tedhak Siten (Piton-piton)



Ritual Tedhak Siten (Piton-piton)


Ritual Turun Tanah

Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata siti artinya tanah atau bumi. Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki kebumi. Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa mendatang, dengan berkat Tuhan Yang Maha Esa  dan bimbingan orang tua maupun para Guru dari sejak masa kanak-kanak.

Upacara tedhak siten juga punya makna kedekatan anak manusia kepada Ibu Pertiwi,(Tanah airnya). Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini, sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa bumi(Tanah) telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia.

Manusia wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Tuhan Yang Maha Esa, dan asal usulnya dari tempat yang sama.

Hendaknya di ingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendakGusti.

Kapan diadakan upacara tedhak siten?

Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai kalender Jawa. Oleh karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh pada hari Senin Legi, Selasa Paing dst. Sehingga upacara ini di jawa timur lebih dikenal dengan sebutan Piton-piton.

Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah. Selain kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat, disamping tentunya diundang juga para saudara dekat..

Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai. Bermacam sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah sakral. Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai merupakan sebuah doa permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar.


Pertama : Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang terbuat dari beras ketan. Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu.

Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Serta kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi, untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi. Seiring pertumbuhan lahir, keperluan batin  meningkat ke kesadaran spiritual .

Kedua : Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu turun lagi.Tebu merupakan akronim dari antebing kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad hati yang mantap.

 
Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak kesatria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.

Ketiga : Turun dari tangga tebu, si anak  dituntun untuk berjalan dionggokan pasir.



Disitu dia mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah mencari makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Keempat : Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik, didalamnya terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb.


Dibiarkan bocah itu akan  memegang barang apa. Misalnya dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi. Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
Kelima : Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik, yaitu uang logam dicampur berbagai macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu dewasa menjadi orang yang dermawan, suka menolong orang lain. Karena suka menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan rejeki. Ada juga  ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.

Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh atau dimandikan dengan air sritaman(bunga setaman), yaitu air yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil.
 
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.

Ketujuh : Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus. 

Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan bisa membuat bahagia keluarganya.

Demikian, ritual tedhak siten telah selesai. Seluruh keluarga berbahagia dan berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkahnya, supaya tujuan ritual  berhasil. 














Dari berbagi Sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar